RSS

Ya Tuhan kami, kami telah beriman kepada apa yang telah Engkau turunkan dan telah kami ikuti rasul, karena itu masukanlah kami ke dalam golongan orang-orang yang menjadi saksi (tentang keesaan Allah)

STRUKTUR ORGANISASI RIMA 2009 - 2012




Pelindung


Bp. Didik Indratmoyo

Penasehat


Bp. H. Rusyadi

Pembina


  1. Bp. Hadi Soimun
  2. Bp. Drs. H. Zazinto
  3. M. Ridwan


Ketua


Afief Kurnia Rachman

Wakil ketua


Fissilmi Gunawati

Sekretaris


  1. Risa Puji Astuti
  2. Henny Issnawaty
  3. M. Fatkhur Rizki


Bendahara


  1. Anita Kristiana
  2. Onny Setyaningsih
  3. Hartono


SEKSI-SEKSI



Dakwah dan PHBI


  1. Dani Setiawan
  2. Alim Wisnu Kurniawan
  3. Romdhoni
  4. Muntoha


Perlengkapan dan Perawatan


  1. Syaiful Mufid
  2. M. Amar Ma’ruf Fauzi
  3. Elvin
  4. Mellisa


Kolektor Listrik


Heri Krismanto

Kesenian dan Mading


  1. Candra Tri Yulianto
  2. Monik Setyorini
  3. Nur Izzati
  4. Maya Aprilia


Sosial


  1. Okki Sulistiawan
  2. Nasta’in
  3. M. Setya Roji’in
  4. Fuad Adhi Sasmito


Kebersihan


  1. Erlin
  2. Dewi Lestariyah
  3. Firawati
  4. Farida


Olahraga


  1. Galuh Adi Prakoso
  2. Syukron Ma’mun
  3. Hima Adhitama
  4. Hariyadi


Humas


  1. Jarwadi
  2. Didik Cahyadi
  3. Hendi Probo Jati


Keamanan


  1. Winarno
  2. As’ari
  3. Mahbub
  4. Mahmud


Saturday, July 31, 2010

Muslimah Juga Wajib Beramar Ma'ruf dan Nahi Munkar

sumber: voa-islam

Salah satu prinsip Islam yang juga harus dilakoni seorang wanita muslim adalah menunaikan kewajiban amar ma’ruf dan nahi munkar. Muslimah yang taat senantiasa menyadari pentingnya maksud firman Allah:

“Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma’ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (At-Taubah: 71)

Dalam ayat yang diturunkan Allah sekitar lima belas abad silam itu, wanita bisa mendapatkan dirinya dalam sebuah status dan apresiasi sosial yang luhur. Islam mengakui integralitas humaniter wanita, kemuliaan, serta kesempurnaan kepemilikan hak dan kemerdekaannya. Tidak dapat perbedaan antara laki-laki dan wanita, baik dalam jual-beli, kepemilikan, dan pernikahan.

Pun demikian, Islam –melalui ayat di atas— juga meniscayakan seorang muslimah untuk terlibat dalam proses amar ma’ruf dan nahi munkar. Dengan diberikannya kewajiban amar ma’ruf-nahi munkar kepada muslimah, Islam telah menganugerahkan status sosial dan kemanusiaan yang tinggi. Kaum wanita dibebani tanggung jawab dan amanat yang setara dengan kaum laki-laki. Dengan tanggung jawab dan amanat itu, keduanya diharapkan dapat membangun tatanan kehidupan islami yang lebih baik.

Jadi, selain mendeklarasikan egaliter (persamaan) laki-laki dan wanita di hadapan Allah SWT dalam memperoleh kemuliaan dan rahmat-Nya, Islam juga memerintahkan keduanya untuk bahu-membahu dalam menyerukan kebaikan dan mencegah kemungkaran. Sunnah Rasulullah SAW juga menguatkan hal tersebut. Beliau bersabda, “Barang siapa di antara kamu yang melihat kemungkaran, maka hendaklah ia merubah (mengingkari) dengan tangannya, jika tidak mampu hendaklah ia merubah (mengingkari) dengan lisannya, jika tidak mampu hendaklah ia merubah dengan hatinya, dan itulah keimanan yang paling lemah.” (HR. Muslim no. 49)

Mengomentari hadits tersebut, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, “Sesungguhnya maksud dari hadits ini adalah sesudah batas pengingkaran ini (dengan hati), tidaklah menancap keimanan (di dada seseorang) sampai seseorang mukmin itu mau melakukannya. Mengingkari dengan hati merupakan batas terakhir dari keimanan. Maka beliau menjadikan orang-orang yang beriman tiga tingkatan.” (Majmu’ Fatawa, 7/427).

Hadits dan perkataan Ibnu Taimiyah di atas menjelaskan bahwa menyerukan kebaikan dan mencegah kemungkaran merupakan karakter orang beriman (baik laki-laki maupun wanita), dan dalam mengingkari kemungkaran tersebut ada tiga tingkatan:

1. Mengingkari dengan tangan.

2. Mengingkari dengan lisan.

3. Mengingkari dengan hati.

Tingkatan pertama dan kedua wajib bagi setiap orang yang mampu melakukannya –sebagaimana yang dijelaskan oleh hadits di atas. Dalam hal ini, seseorang yang melihat suatu kemungkaran, maka dia wajib mengubahnya dengan tangan jika dia mampu melakukannya, seperti seorang penguasa terhadap bawahannya, kepala keluarga terhadap istri, anak dan keluarganya, dan mengingkari dengan tangan bukan berarti menindak dengan senjata. Seperti dinyatakan Imam Ahmad bin Hanbal, “Merubah (mengingkari) dengan tangan bukanlah dengan pedang dan senjata.” (Ibnu Muflih, dalam Al-Adab Asy-Syar’iyah, 1/185)

Imam Ahmad bin Hanbal menjelaskan lebih lanjut ketika Imam Al-Marrudzi bertanya kepadanya, “Bagaimana menyeru kebaikan dan mencegah kemungkaran?” Dia menjawab, “Dengan tangan, lisan, dan dengan hati; ini paling ringan.” Imam Al-Marrudzi bertanya lagi, “Bagaimana dengan tangan?” Dia menjawab, “Memisahkan di antara mereka.” Lantas Imam AL-Marrudzi melihat Imam Ahmad bin Hanbal melewati anak-anak kecil yang sedang berkelahi, lalu memisahkan di antara mereka.

Sementara mencegah dengan lisan terejawantah dalam memberikan nasihat yang merupakan hak sesama muslim dan sebagai realisasi dari amar ma’ruf dan nahi mungkar itu sendiri. Atau dengan menggunakan tulisan yang mengajak kepada kebenaran dan membantah syubuhat (kerancuan) dan segala bentuk kebatilan.

Adapun tingkatan terakhir (mengingkari dengan hati) artinya adalah membenci setiap kemungkaran dan kemaksiatan. Ini adalah kewajiban yang tidak gugur atas setiap individu dalam setiap situasi dan kondisi, oleh karena itu barangsiapa yang tidak mengingkari kemungkaran –minimal— dengan hatinya, maka dia akan ‘binasa’.

Imam Ibnu Rajab berkata -setelah menyebutkan hadits di atas dan hadits-hadits yang senada dengannya-, “Seluruh hadits ini menjelaskan wajibnya mengingkari kemungkaran sesuai dengan kemampuan, dan sesungguhnya mengingkari dengan hati sesuatu yang harus dilakukan, barang siapa yang tidak mengingkari dengan hatinya, maka ini pertanda hilangnya keimanan dari hatinya.” (Jami’ Al-‘Ulum wa Al-Hikam, 2/258)

Salah seorang berkata kepada Ibnu Mas’ud, “Binasalah orang yang tidak menyeru kepada kebaikan dan tidak mencegah dari kemungkaran”, lalu Ibnu Mas’ud berkata, “Justru binasalah orang yang tidak mengetahui dengan hatinya kebaikan dan tidak mengingkari dengan hatinya kemungkaran.”

Imam Ibnu Rajab mengomentari perkataan Ibnu Mas’ud di atas dan berkata, “Maksud beliau adalah bahwa mengetahui yang ma’ruf dan mungkar dengan hati adalah kewajiban yang tidak gugur atas setiap orang, maka barang siapa yang tidak mengetahuinya maka dia akan binasa, adapun mengingkari dengan lisan dan tangan ini sesuai dengan kekuatan dan kemampuan.” (Jami’ Al-‘Ulum wa Al-Hikam, 2/258-259)

Seseorang yang tidak mengingkari dengan hatinya maka ia adalah orang yang mati dalam keadaan hidup, sebagaimana perkataan Hudzaifah RA tatkala ditanya, “Apakah kematian orang yang hidup?” Beliau menjawab, “Orang yang tidak mengenal kebaikan dengan hatinya dan tidak mengingkari kemungkaran dengan hatinya.” (Riwayat Ibnu Abi Syaibah dalam Al-Mushannaf, no. 37577)

Maka jelas, seorang muslimah pun dituntut untuk berpartisipasi dalam amar ma’ruf nahi munkar. Muslimah diberi kewajiban untuk melakukan penyadaran kepada siapa saja yang melakukan kemungkaran, baik dengan memberi nasihat, mengkritik secara santun, dan lainnya.

Sejarah pernah menegaskan bahwa, jangankan kemungkaran dan kemaksiatan, kekeliruan sekecil apa pun harus diluruskan oleh setiap muslim dan muslimah. Muslimah yang melakukan pengorbanan, melontarkan kritik, serta mengeluarkan pendapat demi meluruskan kekeliruan adalah ucapan muslimah yang memiliki kepribadian dan identitas keislaman kuat. Dia tidak akan ragu meluruskan kekeliruan atau mencegah kemungkaran, meski harus berhadapan dengan para penguasa sekalipun.

Hal tersebut pernah terjadi ketika seorang muslimah mendengarkan pidato Amirul Mukminin Umar bin Al-Khatthab. Dalam pidatonya, Umar melarang pemberian mas kawin secara berlebih-lebihan dan menyerukan untuk membatasi mas kawin dalam jumlah tertentu.

Lantas muslimah itu menampakkan diri seraya berkata, “Anda tidak berhak menentukan hal itu, wahai Umar!” Umar pun kemudian bertanya, “Mengapa?” Wanita itu pun menjawab, “Karena Allah SWT berfirman, “Dan jika kamu ingin mengganti istrimu dengan istri yang lain, sedang kamu telah memberikan kepada seseorang di antara mereka harta yang banyak, maka janganlah kamu mengambil kembali dari padanya barang sedikitpun. Apakah kamu akan mengambilnya kembali dengan jalan tuduhan yang dusta dan dengan (menanggung) dosa yang nyata?” (An-Nisa’ 20).

Akhirnya Umar bin Al-Khatthab berkata, “Wanita itu benar, dan Umar salah.” Umar dengan legowo mengatakan hal itu setelah dengan saksama mendengarkan ucapan muslimah tadi. Seperti diketahui, Umar merupakan kepala negara, khalifah kaum muslimin, penakluk pasukan Persia dan Romawi, serta sahabat Rasulullah paling disegani oleh kawan maupun lawan, bahkan setan pun lari terbirit-birit jika berpapasan dengannya.

Dan yang terpenting, muslimah tadi tidak akan pernah berani menentang dan mengkritik Umar kalau bukan karena kesadaran dan pemahaman apiknya terhadap Islam yang telah memberikan hak mengeluarkan pendapat dan hak amar ma’ruf nahi munkar kepadanya. Wallahu ‘Alam. [ganna pryadha/voa-islam.com]

Tuesday, July 20, 2010

Kenapa tidak Berhijab????

Tak bisa dipungkiri lagi, banyak muslimah yang masih bangga dan tanpa malu-malu mempertontonkan auratnya karena tak mampu melawan tipu daya dan pesona dunia, sehingga takhluk di hadapan nafsu yang menjadi rajanya. Mereka masih terbelenggu rasa ragu-ragu untuk membuat perisai untuk menangkal serangan lawan misalnya dengan cara berhijab yaitu menutupi seluruh tubuh dengan pakaian muslimah kecuali wajah dan telapak tangan. Pesan ini ditulis sebagai pembuka hati yang terkunci, menggetarkan perasaan yang tertidur sehingga mengembalikan segenap muslimah yang belum menaati perintah berhijab karena sudah semestinya sesama muslim harus saling mengingatkan karena kita adalah saudara. Allah berfirman dalam QS. Al Ahzab: 59, “…Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka, yang demekian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu….”.
Ini menjadi bukti bahwa berhijab hukumnya fardhu ‘ain untuk meminimalisir melonjaknya tingkat pelecehan terhadap kaum hawa karena wanita yang memperlihatkan kecantikan dan kemolekan tubuhnya lebih berpotensi untuk diganggu orang-orang jahat karena telah membangkitkan nafsu seksual yang terpendam. Lalu apakah alasan yang menghalangi mereka untuk berhijab????
1. BELUM MANTAP
Ungkapan tersebut bisa dikatakan logis jika yang memerintah adalah manusia yang bisa salah dan bisa benar tetapi yang jadi permasalahan adalah perintah tersebut berasal dari Tuhan, sehingga tak ada alasan untuk mengatakan “Saya belum siap!”. Karena hal tersebut bisa menyeretnya keluar dari agama Allah tanpa disadari, karena sudah tidak percaya dan meragukan perintah Tuhan.
“…Dan barang siapa mendurhakai Allah dan rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata” (Al Ahzab:36). Lalu mengapa anda beriman kepada sebagian dan tidak beriman kepada sebagian yang lain, padahal sumber perintah adalah satu. Sebagaimana shalat adalah kewajiban, demikian pula dengan hijab juga wajib dan tidak diragukan adanya dalam firman Tuhan.
“…Apakah kamu beriman sebagian Al-Kitab (Taurat) dan ingkar terhadap sebagian yang lain? tidaklah balasan bagi orang-orang yang berbuat demikian daripadamu melainkan dalam kehidupan dunia dan pada hari kiamat mereka dikembalikan kepada siksa yang sangat berat, Allah tidak lengah dari apa yang kamu perbuat”(Al Baqarah:85). Juga dalam hadist Shahih, “Sesungguhnya penghuni neraka paling ringan adzabnya pada hari kiamat ialah orang yang diletakkan di tengah kedua telapak kakinya 2 bara api dari 2 bara api ini otaknya mendidih, sebagaimana periuk yang mendidih dalam bejana besar yang dipanggang dalam kobaran api”.
Jika itu merupakan adzab paling ringan, bagaimanakah adzab paling pedih sebagaimana disebutkan bagi orang yang beriman setengah-setengah???
Apakah demi dunia lalu anda rela menjual akherat dan siap menerima adzab yang pedih???
2. IMAN ITU LETAKNYA DI HATI
Asal anda tahu bahwa iman bukan hanya keyakinan dalam hati, melainkan juga mengucap dengan lisan dan mengaplikasikan dalam perilaku. Orang yang mengatakan iman dengan lidahnya tapi tak disertai keyakinan hatinya maka adalah orang munafik, begitu juga sebaliknya. Orang yang beriman hanya dalam hatinya tapi tidak disertai amalan yang sesuai. Contohnya iblis, dia percaya kekuasaan Allah dan percaya adanya hari kiamat tapi tidak beramal dengan anggota tubuhnya.
Terus apakah anda mau jika disamakan dengan iblis???
Dalam Al-Qur’an setiap disebutkan kata “iman” selalu disertai dengan “amal shalih” karena amal selalu beriringan dan merupakan konsekuensi iman, sehingga keduanya tak dapat dipisahkan.
3. BELUM MENDAPAT HIDAYAH
Sungguh anda yang berdalih seperti ini telah terjerumus dalam kekeliruan yang nyata. “Bagaimana anda tahu bahwa Allah belum memberi hidayah???”
Hidayah hanya diberikan kepada orang yang memenuhi panggilan-Nya dan mengikuti petunjuk-Nya. Setelah anda berikhtiar semaksimal mungkin misal dengan mendengarkan tausiah dari ustadz, membaca buku agama maupun berteman dengan teman yang shalihah karena Allah hanya memberi hidayah kepada orang yang meminta petunjuk semata.
“Dan orang-orang yang meminta petunjuk, Allah akan menambah petunjuk pada mereka dan memberikan kepada mereka, balasan ketaqwaannya” (Muhammad:17). Maka jika anda lebih memilih kebatilan dengan ego anda sendiri maka Allah juga akan menambah kesesatan dan mengharamkannya mendapat hidayah. “…Barang siapa yang berada dalam kesesatan maka biarlah Tuhan Tuhan Yang Maha Pemurah memperpanjang tempo baginya….” (Maryam:75) dan juga, “…maka tatkala mereka berpaling, Allah mealingkan hati mereka” (Ash Shat:5). Yang namanya hidayah bukan untuk ditunggu tetapi untuk dicari sebab-sebab yang mendatangkan hidayah itu sendiri diantara usaha itu ialah berdo’a, memilih teman shalihah, mendengarkan ceramah agama,dll.
Tetapi sebelum melalkukan itu hendaknya anda meninggalkan hal-hal yang menjauhkan dari jalan hidayah, salah satunya adalah tidak melihatkan kemolekan tubuh dan membuka aurat.
4. MENUTUPI KECANTIKAN
Kepercayaan ini tak hanya memonopoli para akhwat tapi juga orang tua, sehingga mereka melarang anak putrinya memakai hijab. Mungkin anda menganggap unsur kecantikan adalah yang paling penting tetapi bagi laki-laki yang shalih tak akan menomorsatukan kecantikan fisik semata tetapi lebih pada kecantikan akhlak dan perilakunya. Karena laki-laki tersebut beranggapan bahwa wanita yang berani melanggar perintah-Nya seperti halnya hijab, tidak menutup kemungkinan akan berani melanggar perintah-Nya yang lain.
“…Sesungguhnya hamba sahaya yang hitam lebih baik asal ia beragama.” (HR. Ba’i haqi) ini menunjukkan bahwa nabi SAW pun lebih menghormati seorang budak yang beragama daripada wanita bangsawan yang cantik jelita namun tidak menaati perintah agama karena beliau menganggap bahwa wanita yang shalih adalah sebaik-baik harta benda di dunia.
5. MASIH BANYAK DOSA DAN SIKAP BELUM SESUAI
Sungguh opini yang terdengar bodoh, justru dengan tidak berhijab malah akan menambah dosa dan semakin tersesat dalam lubang kehinaan. Yakinkan pada diri anda bahwa setelah anda berhijab maka secara otomatis anda akan bisa meminimalisir perbuatan dosa sehingga tanpa disadari bisa mempengaruhi perilaku dan sikap anda agar bisa menjauhi dosa dan sikap tak sesuai dengan syari’at agama. Sadarilah, dewasa ini banyak wanita muslimah memakai pakaian minim dan transparan sehingga memperlihatkan lekuk tubuh dengan tanpa malu-malu.
“…wanita-wanita mereka berpakaian tapi telanjang, laknatlah mereka! Sungguh mereka wanita-wanita terlaknat”(HR. Ahmad).
Rasulullah memerintahkan setiap muslim agar melaknat tipe wanita yang memakai pakaian tetapi dia menyerupai orang telanjang sehingga membangkitkan birahi laki-laki yang memandangnya. Sungguh saya tidak menginginkan selain kebaikan “fiddunya hattal akhiroh” bagi anda. Semoga Allah mengisi hati anda dengan cahaya-Nya yang tak pernah padam sehingga anda terbebas dari tawanan hawa nafsu dan bebas menuju alam kesucian lahiriah maupun bathiniah.
6. MASIH MUDA
Sungguh mengherankan wanita yang belum berhijab dengan dalih masih muda dan belum waktunya untuk berhijab. Apa anda dapat menjamin umur ini panjang beberapa saat lagi??? Padahal hal tentang kematian maupun usia hanya hak Allah semata. Kapanpun dan di manapun ajal pasti akan menjemput tak memandang tua muda, sehat atau sakit, bahkan bayi yang masih menetek di pangkuan ibunya sekalipun. Sungguh jika anda merenungkan terjadinya kematian, siksa kubur dan adzab neraka pastilah anda tidak akan bisa tertawa dan akan terus menangis. Karena Rosul SAW pernah bersabda bahwa penduduk terbanyak di neraka adalah kaum wanita itu disebabkan karena wanita tidak bisa menjaga lisan, perilaku, dan busana.

Rasanya pesan tersebut sudah cukup sebagai bahan perenungan dan sebagai wujud perlawanan terhadap “ghazwuts tsaqawi” atau perang budaya dan pemikiran yang telah menjadi alternatif bagi kaum kafir yang tak henti-hentinya berusaha meruntuhkan pondasi keimanan orang-orang mukmin. Pesan ini ditulis dengan tujuan mengembalikan kemurnian ajaran islam. Saya tidak memaksa anda yang belum berhijab untuk mengikuti ajakan saya tetapi sungguh saya berharap agar Allah membukakan mata hati sehingga anda bisa berpikir jernih karena semua keputusan berada di tangan saudari semuanya. Semoga kita semua termasuk golongan orang yang beruntung di dunia dan akhirat. Amien…. 

Categories

2012 (1) adab (6) akhwat (6) al qur'an (7) Al-Ghazali (2) alqur'an (3) amal-amal mulia (1) astronomi (2) bercanda (2) bermuda (1) binteng (1) cahaya (3) cantik (5) cinta (3) claudius (1) cosmis (1) dewasa (2) diponegoro (1) fachchar (1) film (1) fisika (4) formosa (1) hati (3) hidup (2) hijab (1) hukum (1) iblis (1) ilmu (2) jawa (1) jilbab (3) jin (1) kecepatan (1) kesehatan (3) ketua (1) kiamat (2) kristologi (2) lailatul qadar (1) liberalisme (3) Madinah (2) makkah (1) manfaat puasa (1) manusia (4) maulud (1) merokok (1) MUI (2) muslim (4) muslimah (6) nabi (3) nasa (1) newton (1) nikah (2) nikmat (1) pacaran (6) pahlawan (1) pengetahuan (13) perempuan (3) planet (1) proteinasi (1) ramadhan (1) RIMA (1) Rosulullah (5) sabar (5) sahur (1) sambutan (1) sejarah (8) sekolah (4) sepakbola (1) sholat (3) suku maya (1) sumur setan (1) syukur (2) tafsir (1) tahun baru (1) Thien (1) valentine (2) waktu (2) wanita (7) zina (5) फित्नाह (1)