RSS

Ya Tuhan kami, kami telah beriman kepada apa yang telah Engkau turunkan dan telah kami ikuti rasul, karena itu masukanlah kami ke dalam golongan orang-orang yang menjadi saksi (tentang keesaan Allah)

STRUKTUR ORGANISASI RIMA 2009 - 2012




Pelindung


Bp. Didik Indratmoyo

Penasehat


Bp. H. Rusyadi

Pembina


  1. Bp. Hadi Soimun
  2. Bp. Drs. H. Zazinto
  3. M. Ridwan


Ketua


Afief Kurnia Rachman

Wakil ketua


Fissilmi Gunawati

Sekretaris


  1. Risa Puji Astuti
  2. Henny Issnawaty
  3. M. Fatkhur Rizki


Bendahara


  1. Anita Kristiana
  2. Onny Setyaningsih
  3. Hartono


SEKSI-SEKSI



Dakwah dan PHBI


  1. Dani Setiawan
  2. Alim Wisnu Kurniawan
  3. Romdhoni
  4. Muntoha


Perlengkapan dan Perawatan


  1. Syaiful Mufid
  2. M. Amar Ma’ruf Fauzi
  3. Elvin
  4. Mellisa


Kolektor Listrik


Heri Krismanto

Kesenian dan Mading


  1. Candra Tri Yulianto
  2. Monik Setyorini
  3. Nur Izzati
  4. Maya Aprilia


Sosial


  1. Okki Sulistiawan
  2. Nasta’in
  3. M. Setya Roji’in
  4. Fuad Adhi Sasmito


Kebersihan


  1. Erlin
  2. Dewi Lestariyah
  3. Firawati
  4. Farida


Olahraga


  1. Galuh Adi Prakoso
  2. Syukron Ma’mun
  3. Hima Adhitama
  4. Hariyadi


Humas


  1. Jarwadi
  2. Didik Cahyadi
  3. Hendi Probo Jati


Keamanan


  1. Winarno
  2. As’ari
  3. Mahbub
  4. Mahmud


Thursday, January 28, 2010

Asal Muasal Kejadian Manusia??

Oleh: Afief K. Rachman


Banyak sekali orang yang masih mempertanyakan asal muasal terjadinya manusia. Apakah manusia itu berasal dari kera yang mengalami revolusi menurut teori Darwin? Tetapi sebagai orang yang beriman kepada Al-Qur’an, maka kita wajib mempercayai bahwa ALLAH SWT menciptakan Adam as sebagai manusia yang mempunyai derajat yang tinggi sehingga ALLAH SWT pun menyuruh kepada para malaikat untuk bersujud padaNYA. Dalam kitab suci Al-Qur’an terdapat ayat-ayat yang menyebutkan bahwa manusia terbuat dari tanah yang di bakar, tanah yang kering dan lumpur hitam, tanah liat dan tanah(biasa), sehingga ada orang nasrani menganggap bahwa Al-Qur’an berselisih antara ayat yang satu dengan yang lain. Tampaknya memang demikian tapi padahal argumen mereka tidaklah benar.
Baik,untuk menjawab argumen mereka yang saya rasa sangatlah tidak benar marilah kita bahas dan tafsirkan ayat-ayat suci Al-Qur’an tentang asal kejadian manusia.
Di kitab suci Al-Qur’an telah disebutkan bahwa asal kejadian manusia terdiri dari 7(tujuh)macam kejadian, yaitu:
Pertama: Terkandung dalam QS.Ar- Rahman ayat 14 yang artinya:
”Dia menjadikan manusia seperti tembikar(tanah yang di bakar)”
Yang dimaksud dengan kata “shal-shal” di ayat tersebut yaitu tanah yang kering atau “setengah kering” yakni “zat pembakar”(oksigen).
Kedua: terkandung dalam ayat di atas juga di sebutkan juga kata “fachchar” yang maksudnya ialah “zat arang” (carbonium).
Ketiga: Terkandung dalam QS. Al-Hijr ayat 28 yang artinya:
”Dan ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada malaikat: Sesungguhnya Aku (ALLAH) menciptakan manusia dari tanah kering dan lumpur hitam yang telah berubah (berbentuk)”
Di ayat ini disebutkan juga kata” shal-shal” sedangkan kata “hamaa-in” di ayat tersebut ialah “zat emas” (Nitrogen).
Keempat : Terkandung dalam QS.As Sajadah ayat 7 yang artinya :
“ Dan ( Allah) membuat manusia berasal dari tanah”
Yang dimaksudkan dengan kata “Thien”(Tanah) di ayat ini adalah “atom zat air”(Hydrogen).
Kelima : Terkandung dalam QS.Ash Shafaat ayat 11 yang artinya :
“ Sesungguhnya Aku (Allah) menjadikan manusia daripada tanah liat”
Yang dimaksudkan dengan kata “Lazib” di ayat ini adalah “Zat Besi”(Ferrum).
Keenam : Terkandung dalam QS.Ali Imron ayat 58 yang artinya :
“ Dia (Allah) menjadikan Adam daripada Tanah. Kemudian Allah berfirman kepadanya : Jadilah engkau, lalu berbentuk manusia”
Yang dimaksud dengan kata “Turab”di ayat ini ialah “unsur-unsur zat asli” yang terdapat di dalam tanah yang di sebut dengan “zat zat organik”.
Ketujuh : Terkandung dalam QS.Al Hijr ayat 29 yang artinya :
“ Maka setelah Aku ( Allah ) sempurnakan (bentuknya) lalu Ku tiupkan ruh-Ku kepadanya(ruh dari-Ku)”.

Ayat-ayat Al Qur’an di atas menunjukkan bahwa Allah SWT telah menjelaskan tentang asal muasal kejadian Nabi Adam as sehingga berbentuk manusia,lalu ditiupkan ruh kepadanya sehingga bernyawa(bertubuh jasmani dan Rohani).Sebagaimana disebutkan pada ayat yang keenam tentang “Turab” ialah zat –zat anorganik dimana zat itu baru terjadi setelah melalui proses persenyawaan antara ”fachchar”/Carbon (Zat Arang) dengan “ Shal-shal”/Oxygen (Zat Pembakar) dan “Hamaa-in”/Nitrogen (Zat Lemas) dan “Thien”/Hydrogen (Zat Air).

Jelasnya adalah persenyawaan antara Carbon, Oxygen, Nitrogen & hydrogen (merupakan polimer protein) kemudian bersenyawa dengan zat besi (Ferrum), Zodium, Kalium, Silicium dan Mangaan yang di sebut “Lazib” (Zat zat anorganik). Dalam proses persenyawaan tersebut lalu terbentuklah “Protein”. Salah satu zat-zat anorganik yang paling penting adalah “Zat Kalium” yang banyak terdapat di jaringan tubuh (dalam otot-otot) dimana mempunyai aktivitas dalam proses Hayati dalam pembentukan badan halus. Dengan berlangsungnya “Proteinasi” menjelmakan proses penggantian yang disebut”Substitusi”, lalu menggempurlah elektron-elektron sinar cosmis yang mewujudkan “Sebab Ujud” (Causa Formatis). Adapun sinar cosmis itu mempunyai kemampuan untuk merubah sifat-sifat zat yang berasal dari tanah sehingga dengan mudah bisa mewujudkan pembentukan tubuh manusia (Adam) berupa badan kasar (Jasmaniah) yang terdiri dari badan, kepala, tangan, mata, telinga, hidung dan seterusnya dengan izin Allah SWT.
Sampai disinilah ilmu pengetahuan exact dapat menganalisa tentang pembentukan tubuh kasar ( Adam ) sedangkan tentang Ruhaniah (abstract) tentu dibutuhkan ilmu pengetahuan yang serba ruhaniah pula yang sangat erat kaitannya dengan ilmu “ Meta phissica”.
Ini menunjukkan bahwa argumen dari orang nasrani itu salah besar! karena pada hakekatnya bukan berselisih namun menjelaskan proses awal kejadian tubuh jasmani Adam(Visible) hingga pada badan halusnya (Invisible) sampai berwujud manusia, Allah telah membuktikan kebenaran ayat-ayat Al Qur’an mengandung ilmu pengetahuan yang tinggi sehingga bisa diterima rasio dan logika manusia dengan penjelasan yang benar-benar ilmiah. Maha Benar Allah dengan segala Firman-Nya.

Wednesday, January 27, 2010

Jauhkanlah Dirimu Dari Cinta Buta

Betapa banyak orang mengalami penyakit cinta buta. Cinta buta itu tidak dapat membedakan antara kemuliaan dan kehinaan. Banyak mereka yang terkena penyakit cinta buta itu, terjatuh ke dalam kehidupan hina dina, tetapi mereka menyangka sebuah kemuliaan. Tak jarang pula mereka yang sudah terkena penyakit cinta buta itu, kehilangan kesadaran dan kehendak sucinya mengenal hakekat kebenaran sejati, Al-haq.

Mengobati cinta buta seseorang harus mengetahui bahwa yang menimpanya adalah sesuatu yang bertentangan dan menafikan tauhidnya kepada Allah. Manusia yang mengalami cinta buta harus menyadari bahwa ketika melakukan semuanya, karena kelalaian hatinya kepada Allah. Ia harus mengetahui dan menyadari untuk bertauhid kepada-Nya, sunnah-sunnah-Nya, dan bukti-bukti Allah.

Melakukan ibadah-ibadah lahir dan bathin, sehingga hati dan pikirannya senantiasa berpikir kepadanya ibadah kepada-Nya. Hendaklah ia memperbanyak kembali dan mendekatkan diri kepada Allah dengan penuh ketundukkan dan rendah diri. Tidak ada obat yang paling efektif daripada ikhlas hanya kepada Allah. Allah menyebutkan di dalam Al-Qur’an :

“Demikianlah, agar Kami memalingkan darinya kemungkaran dan kekejian. Sesungguhnya Yusuf itu termasuk hamba-hamba Kami yang terpilih”. (Yusuf : 24)

Penggambaran ayat diatas ini menjelaskan bahwa Allah memalingkan dan menjauhkan Yusuf dari kemungkaran isyq (cinta buta) dan kekejian dengan keikhlasannya. Tidak ada yang dapat menjauhkan kesesatan seseorang kecuali, hanya ketika ia dekat dengan Allah. Jika hati itu bersih suci dan memurnikan amanah hanya kepada Allah, maka idak mungkin orang akan terkena penyakit cinta buta. Cinta buta tidak akan bersemayam di hati seseorang yang selalu mengingat Allah. Sebab cinta buta hanya berada di dalam hati yang kosong. Seperti dikatakan seorang penyair :

“Cintaku pada perempuana itu datang sebelum aku mengenal cinta, Ia datang ke hati yang kosong, kemudian bersaralah ia”.

Maka, hendaklah orang yang berakal mengetahui bahwa secara logika dan syariat dalam hidup ini, ia harus meraih kebaikan dan kemaslahatan atau melengkapinya dan menghindar dari mafsadah. Jika seseorang dihdapkan pada masalah yang ada kandungan masalahat dan mafsadah,maka ia harus memiliki dua prinsip.

Prinsip amali dan prinsip ilmiah. Secara ilmiah mengharuskannya memiliki pengetahuan tentang mana yang lebih kuat segi maslahat atau mafsadahnya? Jika ia telah menemukan mana yang paling banyak masalahatnya, maka seseorang itu harus mengikuti yang palig banyak masalahatnya. Bukan justru mengikuti yang banyak mafsadahnya, meskipun secara pandangan mata, itu sangat baik bagi seseorang.

Seseorang harus memahami bahwa cinta buta itu, tidak ada sama sekali maslahatnya bagi manusia di dunia dan akhirat. Cinta itu dapat menimbulkan mafsadah bagi manusia dalam kategori yang sangat luas dalam kehidupan ini. Diantaranya :

Pertama, manusia akan disibukkan dengan mengingat-ngingat makhluk dan mencintainya, dan dibandingkan dengan zikir dan cinta kepada Allah. Ketahuilah antara cinta dan zikir itu tidak mungkin menyatu dalam hati seseorang, karena keduanya akan bertarung, dan akan menguasainya adalah yang paling kuat.

Kedua, hatinya tersiksa karena ma’syuqnya, dan barangsiapa yang mencintai selain Allah, ia akan tersiksa dengannya. Seorang penyair mengatakan :

“Tak ada yang lebih sengsara di bumi daripada orang yang kasmaran,

Jika ia bertemu dengan orang yang dicintai ia senang,

Kau lihat ia menangis setiap saat,

Karena takut berpisah atau memendam rindu,

Ia juga menangis ketika erada disampingnya karena takut berpisah,

Air mata bverlinang ketika berpisah,

Dan air matanya berlinang lagi ketika bertemu".

Cinta buta, meski terkadang dinikmati oleh pelakunya, namn sebenarnya ia merasakan ketersiksaan hati yang paling berat.

Ketiga, Hatinya tertawan dan terhina dalam genggaman orang yang dicintainya. Namun, karena ia mabuk cinta, ia tidak merasakan musibah yang menimpanya.

“Mata melihatnya ia hidup bebas, padahal hakikatnya ia tertawan,

Ia sakait dan berputar dalam lingkaran kutub,

Ia mati meski terlihat fisiknya hidup,

Ia tak punya hak untuk dibangkitkan lagi,

Hatinya hilang tersebut dalam kebodohan,

Ia tak akan kembali sampai mati".

Keempat, ia akan disibukkan oleh ma’syuqnya dari urusan maslahat agama dan dunianya. Tak ada orang yang paling menyia-nyiakan agama dan dunia, melebihi orang sedang dirundung cinta buta. Ia menyia-nyiakan maslahat agamanya, karena hatinya lalai untuk beribadah kepada Allah. Kemaslahatan dalam segi agama terwujud dengan bercahanya hati, dan kecenderungan untuk melakukan ibadah kepada Allah. Sementara itu, cinta kepada keindahan fisik akan menghancurkan semua agama yang dibangunnya.

Kelima, bahaya-bahaya dunia dan akhirat lebih cepat menim;pa kepada orang yang dirundung cinta buta, melebihi kecepatan api membakar kayu kabar kering. Ketika hati berdekatan dengan ma’syuqnya ia akan menjauh dari Allah. Jika hati jauh dari Allah, semua jenis marabahaya akan mengancamnya dari segala sisi, karena setan menguasainya. Jika setan telah menguasainya, maka musuh menjadi senang.

Keenam, jika kekuatan setan menguasai seseorang, ia akan merusak akalnya dan memberikan rasa was-was. Bahkan, mungkin tak ada bedanya ia dengan orang gila. Mereka tidak menggunakan akalnya secara layak. Padahal, yang palin berharga bagi manusia adalah akalnya. Akal yang membedakan ia dengan binatang.

Apa yang membuat yang membuat gila Layla Majnun, tidak lain karena cinta buta. Seperti kata penyair:

Mereka bilang, “Kamu gila (tergila) dengan orang yang kaucintai?,

Engkau menjawab, “Cinta buta lebih dahsyat daripada orang gila”,

Orang yang terserang cinta buta tidak tersadar sepanjang masa,

Sementara orang gila akan siuaman dari kegilaannya”.

Ketujuh, cinta buta akan merusak indra atau mengurangi kepekaannya, baik indra seriya ‘konkrit’ maupun indra maknawi ‘abstrak’,. Kerusakan indra maknawi mengikuti rusakna hati, sebab jika hati telah rusak, maka organ pengindra lain, seperti mata, lisan, telinga, juga turut rusak. Artinya, ia akan melihat yang buruk pada diri ma’syuq adalah baik juga dan juga sebaliknya.

Imam Ahmad mengatakan, “Cintamu kepada sesuatu membutakanmu dan membuatmu tuli”. Mata hati akan buta melhat keburukan dan kekurangan orang atau sesuatu yang dicintainya, sehingga mata fisiknya tidak mampu melihat hal itu. Telinganya akan tuli mendengarkan celaan orang kepada orang yang dicintainya. Kesenangan-kesenangan itu menutup kekurangan dan aib.

“Kecintaanku kepadamu menutup mataku,

Namun, ketika terlepas cintaku semua aibmu menampakkan diri”.

Maka ketika seseorang mencintai fisik, selanjutnya akan ditandai dengan sakitnya badan, karena mencintai pisik bentuk-bentuk keindahan fisik, bahkan mungkin sampai ada ang mati karenanya. Dan, kisah dari Ibn Abbas, menceritakan ada seoran laki-laki yan g sangat kurus, sehingga yang tersisa hanya kulit dan tulang. Ibn Abbas, berkata, “Kenapa dia?”. “Ia terkena jatuh cinta, isyq”. Maka Ibn Abbas berdoa dan belrindung dari Allah sepanjang hari.

Kedelapan, seperti yang disebutkan diatas, bahwa isyq adalah berlebihan dalam mencintai, sehingga orang yang dicintainya sudah pada tingkat menguasai dan mengendalikannya.

“Awalnya ia hanya membutuhkan cinta,

Kemudian setelah ia dapatkan itu, ia berjalan sesuai dengan takdir,

Sehingga, ketika ia masuk dalam dunia cinta yang dalam dan gelap,

Ia menghadapi urusan-urusan yang tak sanggup dipikul,

Meski oleh orang-orang besar sekalipun”.

Wallahu’alam.

Tuesday, January 26, 2010

Kepemimpinan Perempuan, Mengapa Tidak ?

Akhir-akhir ini, banyak kaum wanita yang mempertanyakan hak-hak mereka dalam hal kepemimpinan. Sehingga banyak kaum wanita yang melakukan tindakan untuk mendapatkan kembali suara mereka di tengah masyarakat atas dasar klaim bahwa juga mampu memimpin di masyarakat.

Sepanjang sejarah Islam, banyak kaum wanita yang menjadi cendikiawan, ahli hukum dan secara tidak langsung bisa disebut sebagai pemimpin. Harus diakui bahwa sebagian muslimah kehilangan hak suara mereka dan kesempatan untuk menunjukkan kemampuan mereka untuk memenuhi hasrat yang telah dianugerahkan Allah Swt .

Tradisi Islam yang kaya dengan keterlibatan wanita . Seorang Muslimah yang memegang teguh ajaran Islam sudah pasti memahami bahwa laki-laki dan wanita memiliki peran yang saling melengkapi yang sudah ditetapkan oleh Allah dan Allah memberikan kesempatan yang sama bagi laki-laki dan wanita untuk mencapai tujuan akhir dari kehidupan mereka yaitu kehidupan abadi di akhirat.

Dalam Alquran, Allah menetapkan bahwa kesalehan dan bukan gender yang dijadikan pertimbangan utama dalam menentukan siapa yang terbaik di mata-Nya. Lebih jauh lagi, kaum Muslimah selayaknya meyakini bahwa Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Adil menetapkan bahwa di dalam Islam manusia yang mulia disisi Allah adalah mereka yang paling bertakwa.

Sebaliknya, dengan perbedaan-perbedaan antara kaum lelaki dan wanita, Allah menyatakan bahwa kedudukan lelaki dan wanita sama di sisi Allah. Kemitraan dalam hal bahwa pihak-pihak yang terkait dapat melakukan hal-hal yang berbeda dengan tanggung jawab yang berbeda, untuk mencapai tujuan yang sama yaitu mendapatkan ridho Allah Ta'ala.

Wanita harus memperjuangkan hak akan keadilan yang sudah dijamin oleh Allah untuk mereka, tetapi semua itu harus dilakukan dalam parameter yang ditetapkan oleh Allah. Kaum wanita tidak bisa berambisi mendapatkan kekuasaan dengan bercita-cita ingin memegang peran yang sama dengan laki-laki. Hak akan keadilan ini maksudnya, para Muslimah memiliki hak ilahi dan harus diberi kesempatan yang sama memainkan peran dan menunjukkan kemampuan mereka di jalan Allah.

Memperjuangkan hak akan keadilan bukan berarti seseorang harus menjadi seperti orang lain, tetapi sebuah proses untuk mencapai kepuasan dalam menunjukkan potensi diri. Dari sinilah seorang laki-laki maupun wanita akan menemukan kebebasan sejatinya.

Jika kaum wanita sudah bisa memahami posisinya dan memahami hak akan keadilan yang diperjuangkannya, barulah orang akan mendengar suara wainta dan secara alamiah bakat kepemimpinan seorang wanita akan terlihat. Yang lebih penting lagi, mereka akan mendapat tempat di sisi Allah.

Bercermin pada Kaum Perempuan di Jaman Rasulullah Saw

Para muslimah masa kini memang harus lebih berhati-hati untuk merebut kembali keadilan yang pernah digenggam kaum perempuan di masa keemasan Islam. Ketika itu, peran perempuan dianggap penting dimana mereka biasa aktif sebagai anggota masyarakat tanpa adanya tekanan.

Kaum muslimah tentu tidak ingin menjadi "progresif" jika itu berarti kehilangan prinsip-prinsip agama yang dianutnya. Pada saat yang sama para Muslimah perlu bersikap kritis dalam menyikapi berbagai hambatan dalam masyarakat .

Kesimpulannya, Allah Swt akan meminta pertanggungjawaban jika terjadi ketidakadilan terhadap kaum wanita. Ketika seorang muslimah ingin bergerak maju, ia tidak boleh melangkahi kodratnya.

Sejarah Islam mencatat nama-nama besar para Muslimah di zaman Rasulullah Saw yang telah memberikan kontribusi pentingnya dalam dakwah IslaM. Mereka antara lain `Aisyah. Beliau adalah seorang penyair dan dikenal pandai dan cerdas soal hadis, tafsir Al-Qur'an dan beliau juga dikenal sebagai ahli hukum, pemimpin, penengah, guru serta banyak peran lainnya.

Asma binti Abu Bakar. Beliau memainkan peran penting dalam membantu Rasulullah Muhammad Saw dan Abu Bakar saat hijrah dan beliau juga berperan besar dalam karir `Abdullah bin Az - Zubair ketika melawan penindasan Bani Umayyah.

Fatimah yang bekerja dan mencari nafkah untuk keluarganya dan disebut-sebut sebagai salah satu wanita teladan.

Khadijah. Beliau adalah perempuan pertama yang masuk Islam dan memberi dukungan penuh kepada dakwah Islam.

Khawlah binti Tha'labah. Perempuan yang keluhannya didengar Allah dan jawabannya diabadikan dalam Surat Al-Mujadilah.

Hafshah. Orang yang menyimpan dan melindungi Al-Quran setelah dikompilasi. Para pemimpin ketika itu bahkan harus meminta ijin pada Hafshah jika ingin melihat Al-Quran itu. Hafshah adalah salah satu istri Rasulullah Saw yang hafal Al-Qur'an secara keseluruhan.

Nusaybah. Beliau melindungi Rasululullah Saw saat Perang Uhud. Perempuan ini mengalami sekitar 12 luka tusuk akibat perang. Salah satunya luka dalam di lehernya akibat tusukan pedang yang memakan waktu satu tahun untuk menyembuhkanya.

Rufaidah. Disebut-sebut sebagai perawat pertama yang membuka sebuah klinik untuk merawat orang-orang mengalami luka.

Saffiyah. Ia melindungi perempuan dan anak-anak Madinah dari seorang penyerang dan berhasil membunuh penyerang itu.

Summayah. Perempuan pertama yang rela mati demi agama Islam

Ummu Haram binti Milhaan. Dia meminta Rasulullah Saw berdoa agar dia berada di antara mereka yang akan melakukan perjalanan dengan kapal untuk menyebarkan dakwah Islam.

Ummu Waraqah. Dia pernah ditugaskan sebagai muazin dan diberi gelar syahida. Rasulullah Saw mengatakan bahwa ia akan mati sebagai martir.

Di jaman sekarang, rasanya sulit mencari sosok wanita yang sekaliber kaum perempuan di jaman Rasulullah terutama keikutsertaan mereka dalam menegakkan agama Allah.

Saat ini, lebih banyak kaum perempuan yang meributkan soal persamaan kedudukan dengan kaum lelaki untuk hal-hal yang sifatnya lebih duniawi, termasuk segelintir Muslimah. Lantas mau kemana kaum wanita ini? (iol/Jeewan Chanicka, aktivis perempuan di bidang kepemudaan, pendidikan dan sosial di Kanada.)

Saturday, January 16, 2010

“Islam Progresif” dan Seks Bebas

Penulis: Adian Husaini

Di antara pegiat “Islam Progresif”, atau “Islam Liberal”, nama Sumanto Al Qurtuby memang sudah bukan asing lagi. Alumnus Fakultas Syariah IAIN Semarang ini terkenal dengan ide-ide liberalnya yang sangat berani. Di sebuah Jurnal yang terbit di Fakultas Syariah IAIN Semarang, Justisia, ia pernah mengusulkan agar sejumlah ayat al-Quran diamandemen. Belakangan, kaum liberal di Indonesia, semakin terbuka melontarkan wacana perlunya proses ”Desakralisasi al-Quran”.

Meskipun sudah terbiasa membaca berbagai pendapat liberal dan progresif yang aneh-aneh, tetapi saya tetap terbelalak dan nyaris tak percaya, ada sebuah tulisan yang secara terbuka mendukung praktik seks bebas, asal dilakukan suka sama suka, tanpa paksaan. Tulisan Sumanto itu berjudul ”Agama, Seks, dan Moral”, yang dimuat dalam sebuah buku berjudul Jihad Melawan Ekstrimis Agama, Membangkitkan Islam Progresif (terbit pertama Oktober 2009). Kita perlu ”berterimakasih” kepada Sumanto yang secara jujur dan terbuka melontarkan ide liberal dan progresif, sehingga lebih mudah dipahami. Sebab, selama ini banyak yang mengemas ide ”Islam progresif” dan ”Islam liberal” dengan berbagai kemasan indah dan menawan, sehingga berhasil menyesatkan banyak orang.



Untuk lebih jelas menyimak persepsi ”Islam Progresif” tentang seks bebas ini, ada baiknya kita kutip agak panjang artikel dari penulis yang dalam buku ini memperkenalkan dirinya sebagai kandidat doktor bidang antropologi politik dan agama di Boston University. Kutipan ini ada di halaman 182-184:

”Apa yang diwartakan oleh agama (Islam, Kristen dan lainnya) hanyalah satu sisi saja dari sekian banyak persepsi tentang seks itu atau katakanlah sex among others. Bahkan jika kita kaji lebih jauh, ajaran Kristen atau Islam yang begitu ”konservatif” terhadap tafsir teks sebetulnya hanyalah reaksi saja atas peradaban Yunani (Hellenisme) yang memandang seks secara wajar dan natural. Kita tahu peradaban Yunani telah merasuk ke wilayah Eropa (lewat Romawi) dan juga Timur Tengah di Abad Pertengahan yang kemudian menimbulkan sejumlah ketegangan kebudayaan. Oleh karena itu tidak selayaknya jika persepsi agama ini kemudian dijadikan sebagai parameter untuk menilai, mengevaluasi dan bahkan menghakimi pandangan di luar agama tentang seks.

Apa yang kita saksikan dewasa ini adalah sebuah pemandangan keangkuhan oleh kaum beragama (dan lembaga agama) terhadap fenomena seksualitas yang vulgar sebagai haram, maksiat, tidak bermoral dan seterusnya. Padahal moralitas atau halal-haram bukanlah sesuatu yang given dari Tuhan, melainkan hasil kesepakatan atau konsensus dari ”tangan-tangan gaib” (invisible hand, istilah Adam Smith) kekuasaan, baik kekuasaan politik maupun otoritas agama. Teks-teks keagamaan dalam banyak hal juga merupakan hasil ”perselingkuhan” antara ulama/pendeta dengan pemimpin politik dalam rangka menciptakan stabilitas.

Saya rasa Tuhan tidak mempunyai urusan dengan seksualitas. Jangankan masalah seksual, persoalan agama atau keyakinan saja yang sangat fundamental, Tuhan – seperti secara eksplisit tertuang dalam Alqur’an – telah membebaskan manusia untuk memilih: menjadi mukmin atau kafir. Maka, jika masalah keyakinan saja Tuhan tidak perduli, apalagi masalah seks? Jika kita mengandaikan Tuhan akan mengutuk sebuah praktek ”seks bebas” atau praktek seks yang tidak mengikuti aturan resmi seperti tercantum dalam diktum keagamaan, maka sesungguhnya kita tanpa sadar telah merendahkan martabat Tuhan itu sendiri. Jika agama masih mengurusi seksualitas dan alat kelamin, itu menunjukkan rendahnya kualitas agama itu.





Demikian juga jika kita masih meributkan soal kelamin – seperti yang dilakukan MUI yang ngotot memperjuangkan UU Pornografi dan Pornoaksi – itu juga sebagai pertanda rendahnya kualitas keimanan kita sekaligus rapuhnya fondasi spiritual kita. Sebaliknya, jika roh dan spiritualitas kita tangguh, maka apalah artinya segumpal daging bernama vagina dan penis itu. Apalah bedanya vagina dan penis itu dengan kuping, ketiak, hidung, tangan dan organ tubuh yang lain. Agama semestinya ”mengakomodasi” bukan ”mengeksekusi” fakta keberagaman ekspresi seksualitas masyarakat. Ingatlah bahwa dosa bukan karena ”daging yang kotor” tetapi lantaran otak dan ruh kita yang penuh noda. Paul Evdokimov dalam The Struggle with God telah menuturkan kata-kata yang indah dan menarik: ”Sin never comes from below; from the flesh, but from above, from the spirit. The first fall occurred in the world of angels pure spirit…”

Bahkan lebih jauh, ide tentang dosa sebetulnya adalah hal-hal yang terkait dengan sosial-kemanusiaan bukan ritual-ketuhanan. Dalam konteks ini maka hubungan seks baru dikatakan “berdosa” jika dilakukan dengan pemaksaan dan menyakiti (baik fisik atau non fisik) atas pasangan kita. Seks jenis inilah yang kemudian disebut “pemerkosaan”. Kata ini tidak hanya mengacu pada hubungan seks di luar rumah tangga tetapi juga di dalam rumah tangga itu sendiri. Seseorang (baik laki-laki maupun perempuan) dikatakan “memperkosa” (baik dalam rumah tangga yang sudah diikat oleh akad-nikah maupun bukan) jika ia ketika melakukan perbuatan seks ada pihak yang tertekan, tertindas (karena mungkin diintimidasi) sehingga menimbulkan perasaan tidak nyaman. Inilah tafsir pemerkosaan. Dalam konteks ini pula saya menolak sejumlah teks keislaman (apapun bentuknya) yang berisi kutukan dan laknat Tuhan kepada perempuan/istri jika tidak mau melayani birahi seks suami. Sungguh teks demikian bukan hanya bias gender tetapi sangat tidak demokratis, dan karena itu berlawanan dengan spirit keislaman dan nilai-nilai universal Islam.

Lalu bagaimana hukum hubungan seks yang dilakukan atas dasar suka sama suka, “demokratis”, tidak ada pihak yang “disubordinasi” dan “diintimidasi”? Atau bagaimana hukum orang yang melakukan hubungan seks dengan pelacur (maaf kalau kata ini kurang sopan), dengan escort lady, call girl dan sejenisnya? Atau hukum seorang perempuan, tante-tante, janda-janda atau wanita kesepian yang menyewa seorang gigolo untuk melampiaskan nafsu seks? Jika seorang dosen atau penulis boleh “menjual” otaknya untuk mendapatkan honor, atau seorang dai atau pengkhotbah yang “menjual” mulut untuk mencari nafkah, atau penyanyi dangdut yang “menjual” pantat dan pinggul untuk mendapatkan uang, atau seorang penjahit atau pengrajin yang “menjual” tangan untuk menghidupi keluarga, apakah tidak boleh seorang laki-laki atau perempuan yang “menjual” alat kelaminnya untuk menghidupi anak-istri/suami mereka?

Ada sebuah kisah dalam sejarah keislaman yang layak kita jadikan bahan renungan: ada seorang pelacur kawakan yang sudah letih mencari pengampunan kemudian menyusuri padang pasir yang tandus. Ia hanya berbekal sebotol air dan sepotong roti. Tapi di tengah perjalanan ia melihat seekor anjing yang sedang kelaparan dan kehausan. Karena perasaan iba pada anjing tadi, si pelacur kemudian memberikan air dan roti itu padanya. Berita ini sampai kepada Nabi Muhammad yang mulia. Dengan bijak beliau mengatakan bahwa si pelacur tadi kelak akan masuk surga!

Kisah ini menunjukkan bahwa Islam lebih mementingkan rasa sosial-kemanusiaan ketimbang urusan perkelaminan…” (***)



Demikianlah gagasan “Islam-progresif” dalam soal kebebasan seksual yang diungkapkan Sumanto. Memang, sekarang, istilah “Islam progresif” sedang digandrungi kalangan Perguruan Tinggi Islam. Pada Juli 2009, di UIN Jakarta diadakan Konferensi 'Debating Progressive Islam: A Global Perspective'. Tentu banyak tafsir dan penjelasan tentang makna “Islam Progresif”. Salah satunya adalah versi Sumanto.

Islam progresif biasanya dimaksudkan sebagai “Islam yang maju”, sesuai dengan asal kata dalam bahasa Latin “progredior”. Sebagaimana banyak pemikir yang mengaku progresif, mereka menempatkan Islam sebagai “evolving religion”, yakni agama yang selalu berkembang mengikuti zaman. Dalam perspektif ini, Islam juga dipandang sebagai agama budaya. Karena itulah, tidak mengherankan, jika mereka memandang tidak ada satu ajaran Islam yang bersifat tetap. Semua harus tunduk dengan realitas zaman. Agama ditundukkan oleh akal. Salah satu yang banyak dijadikan dasar pijakan adalah aspek “kemaslahatan” dan sifat Islam sebagai “rahmatan lil-alamin”. Dengan alasan inilah, berbagai kemunkaran dan kejahatan bisa disahkan. Tentang keabsahan praktik homoseksual, misalnya, ditulis dalam buku ini:

“Agama, apalagi Islam, yang mengusung jargon “rahmatan lil alamin” -- rahmat bagi sekalian alam ini harus memberi ruang kepada umat gay, lesbi, atau waria untuk diposisikan secara equal dengan lainnya. Tuhan, saya yakin tidak hanya milik laki-laki dan perempuan saja, tetapi juga “mereka” yang terpinggirkan di lorong-lorong sepi kebudayaan.” (hal. 176).



Karena berpijak pada realiatas dan sejarah sebagai penentu kebenaran -- juga syahwat atau hawa nafsu – maka teks-teks wahyu, sunnah Rasulullah saw, dan tafsir wahyu yang otoritatif dikesampingkan. Cara berpikir seperti ini juga sangat paradoks. Dengan berdalih sikap kritis kepada tafsir al-Quran dari para ulama yang otoritatif, banyak kaum yang mengaku liberal dan progresif pada akhirnya tidak mampu bersikap kritis sama sekali pada sejumlah ilmuwan Barat. Mereka sangat ta’dzim dalam mengutip pendapat-pendapat ilmuwan non-Muslim. Ketika menyimpulkan bahwa dosa bukan karena ”daging yang kotor” tetapi lantaran otak dan ruh yang penuh noda, dikutiplah pendapat Paul Evdokimov dengan penuh hormat dan ta’jub, bahwa si Evdokimov “telah menuturkan kata-kata yang indah dan menarik.”

Kita sudah sering membuktikan, sikap sok kritis yang diusung oleh kaum yang menamakan diri liberal dan progresif ini biasanya hanya kritis terdapat pendapat para ulama yang dianggapnya tidak sesuai dengan hawa nafsunya. Dan Allah sudah mengingatkan dalam al-Quran bahwa, jika seorang manusia sudah menjadikan hawa nafsunya sebagai Tuhannya, maka akan tertutuplah hati, telinga dan matanya untuk menerima kebenaran. (QS 45:23). Orang bisa memiliki kepandaian yang tinggi, tetapi ilmunya tidak bermanfaat, bahkan bisa merusak.


Karena itulah, untuk menjaga agar ilmu tidak merusak, para ulama selalu menekankan pentingnya masalah adab dalam urusan keilmuan. Dalam kitabnya yang berjudul Adabul ‘Alim wal-Muta’allim, pendiri NU, Kyai Haji Hasyim Asy’ari mengutip pendapat Ibn al-Mubarak yang menyatakan: “Nahnu iaa qalilin minal adabi ahwaja minnaa ilaa katsirin mina ’ilmi.” (Kami lebih membutuhkan adab, meskipun sedikit, daripada banyaknya ilmu pengetahuan). Demikian pendapat KH Hasyim Asy’ari. Orang yang beradab tahu meletakkan dirinya sendiri di hadapan Allah, Rasulullah saw, para ulama pewaris Nabi, dan juga tahu bagaimana menempatkan ilmu. Karena itulah, al-Quran menekankan pentingnya ada klasifikasi sumber informasi diantara manusia. Jika sumber informasi berasal dari orang fasiq (orang jahat, seperti pelaku dosa besar), maka jangan dipercaya begitu saja ucapannya. Ada unsur akhlak yang harus dimasukkan dalam menilai kriteria sumber informasi yang patut dipercaya. (QS 49:6). Seorang yang tidak beradab (biadab) dalam keilmuan sudah tidak dapat lagi membedakan mana sumber ilmu yang shahih dan mana yang bathil.

Soal zina, misalnya. Sebagai Muslim, tentu kita yakin benar bahwa zina itu tindakan haram dan biadab. Keyakinan itu berdasarkan kepada penjelasan yang sangat tegas dalam ayat-ayat al-Quran, banyak hadits Rasulullah saw, pendapat para sahabat Nabi, dan para ulama Islam terkemuka. Dalam soal zina ini, kita lebih percaya kepada pendapat para ulama ketimbang pendapat Karl Marx, Paul Evdokimov, Bill Clinton, atau Ernest Hemingway. Sebagai manusia beradab kita bisa membedakan, mana sumber informasi yang layak dipakai dan mana yang tidak. Sebab, Allah sendiri membedakan jenis-jenis manusia. Orang mukmin disebut “khairul barriyyah” (sebaik-baik makhluk) dan orang kafir disebut “syarrul barriyyah” (sejelek-jeleknya makhluk) (QS 98). Meskipun sering mengkampanyekan “kesetaraan semua pemeluk agama”, tetapi faktanya, kaum yang menamakan diri mereka sebagai pengikut “Islam liberal”, “Islam pluralis” atau “Islam progresif” juga tetap menggunakan identitas Islam. Tidak ada yang mau menyebut dirinya “kafir-liberal” atau “kafir-progresif”.

Sebenarnya, jika kita menelaah pemikiran liberal, dukungan terhadap praktik seks bebas bukanlah hal yang aneh. Ini adalah akibat logis dari sebuah konsep dekonstruksi aqidah dan dekonstruksi kotab suci. Jika seorang sudah tidak percaya bahwa Allah adalah satu-satunya Tuhan dan Nabi Muhammad saw adalah utusannya, kemudian dia pun tidak percaya kepada otoritas ulama-ulama Islam yang mu’tabarah – seperti Imam al-Syafii – maka yang dia jadikan sebagai standar pengukur kebenaran adalah akalnya sendiri atau hawa nafsunya sendiri. Kita paham, masyarakat Barat saat ini tidak memandang praktik seks bebas sebagai suatu kejahatan. Homoseksual juga dipandang sebagai hal yang normal. Sebaliknya, bagi mereka, praktik poligami dikutuk.

Nilai-nilai masyarakat Barat yang sekular – tidak berpijak pada ajaran agama -- inilah yang sejatinya dianut juga oleh kaum yang mengaku liberal atau progresif ini. Bagi mereka, seperti tergambar dalam pendapat Sumanto ini, urusan seks dipandang sekedar urusan syahwat biologis semata, sebagaimana layaknya praktik seksual para babi, kambing, monyet, ayam, dan sebagaimana. Seks dianggap seperti soal buang hajat besar atau kecil, kapan mereka mau, maka mereka akan salurkan begitu saja. Yang penting ada kerelaan; suka sama suka. Tapi, bagi kita yang Muslim, dan juga pemeluk agama lain, jelas soal seksual dipandang sebagai hal yang sakral. Karena itulah, agama-agama yang hidup di Indonesia, sangat menghormati lembaga perkawinan.

Dalam pandangan Islam, jelas ada perbedaan nilai dan posisi antara penis dengan pipi, meskipun keduanya sama-sama daging. Bagi seorang Muslim, yang menjadikan “penis” dan “pipi” berbeda adalah nilai-nilai yang diajarkan oleh Islam. Sebelum zaman Islam, banyak suku bangsa yang masih memandang sama kedudukan daging wanita dengan daging kambing, sehingga mereka menjadikan ritual korban dengan menyembelih wanita dan kemudian meminum darahnya. Seorang Muslim memandang penting perbedaan antara “daging manusia” dengan “daging ayam”. Daging ayam halal hukumnya untuk dimakan. Jenazah manusia harus dihormati. Jangankan dimakan dagingnya, jenazah manusia harus dihormati dan diperlakukan dengan baik. Jika kaum liberal melakukan dekonstruksi dalam aqidah dan nilai-nilai moral, maka akibatnya, pornografi atau seks bebas pun kemudian didukung. Sebab, dalam pikiran liberal, tidak ada aturan yang pasti, mana bagian tubuh yang boleh dibuka dan mana yang harus ditutup. Yang menjadi standar baik buruk adalah ”kepantasan umum”. Kalau memang bertelanjang atau beradegan porno sesuai dengan tuntutan skenario dan dilakukan ”pada tempatnya”, maka itu dianggap sebagai hal yang baik.

Kepastian akan kebenaran dan nilai itulah yang membedakan antara Muslim dengan kaum liberal. Orang Muslim yakin dengan kebenaran imannya, dan yakin ada kepastian dalam soal halal dan haram. Hukum tentang haramnya babi sudah jelas dan tetap haram sampai kiamat. Begitu juga dengan haramnya zina, dan haramnya perkawinan sesama jenis (homo dan lesbi). Tapi, dalam perspektif liberal dan progresif, seperti dipaparkan oleh buku ini, larangan agama terhadap perkawinan sesama jenis ini pun dianggapnya sudah tidak berlaku. Tentang perlunya legalisasi perkawinan sesama jenis, ditulis dalam buku ini:

”Dan harap diingat, konsep perkawinan dalam suatu ikatan ”sakral” bukan melulu untuk mereproduksi keturunan melainkan juga untuk mewujudkan keluarga sakinah (ketenteraman/kebahagiaan). Maka, dalam bingkai untuk mewujudkan keluarga sakinah ini seorang gay atau lesbian harus menikahi sesama jenis. Justru melapetaka yang terjadi jika kaum gay-lesbian dipaksa kawin dengan lain jenis. Untuk mewujudkan gagasan perkawinan sejenis ini, maka paling tidak ada dua hal yang harus ditempuh: pembongkaran di tingkat wacana keagamaan, yakni teks-teks skriptural (dalam konteks Islam: teks tafsir dan fiqih khususnya) yang masih terkesan diskriminatif dan kemudian pembongkaran di tingkat struktur normatif masyarakat yang masih bias dalam memandang pola relasi antar-manusia.” (halaman 175).


Berulangkali kita menyerukan kepada kaum yang mengaku liberal, progresif dan sejenisnya, agar mengimbangi sikap kritis dengan adab. Ada adab kepada al-Quran, adab kepada para Nabi, adab kepada ulama pewaris Nabi. Sayangnya, buku yang memuat pendapat yang merusak – seperti dukungan terhadap praktik seks bebas ini -- justru dipuji-puji dan didukung oleh orang yang seharusnya justru bersikap kritis dan mendidik masyarakat dengan akhlak yang mulia. Di sampul buku bagian belakang, dicantumkan sejumlah pujian. Djohan Effendi, pendiri Indonesian Conference on Religion and Peace (ICRP), menyebut buku ini: “sangat inspiratif untuk melakukan refleksi atas perjalanan umat Islam selama ini. Pendapatan dan sikap kritis yang ia lakukan merupakan sumbangan yang sangat berarti untuk mendorong pemikiran progresif di kalangan generasi baru umat Islam yang menginginkan kemajuan bersama dengan orang dan umat lain.”

Di tengah upaya kita mendidik anak-anak kita dengan akhlak mulia dan menjauhkan mereka dari praktik pergaulan bebas, kita tentu patut berduka dengan sikap sebagian kalangan yang mengusung jargon “Islam progresif” tetapi justru memberikan dukungan terhadap praktik seks bebas semacam ini. Bagi kita, ini suatu ujian iman. Kita tidak bertanggung jawab atas amal mereka. Mudah-mudahan, dengan bimbingan dan lindungan Allah SWT, kita selamat dalam meniti kehidupan dan mengakhiri hidup kita dengan husnul khatimah. Amin. (Solo, 22 Muharram 1431 H/8 Januari 2010).

Thursday, January 14, 2010

Apa Hukum Merokok ?

Oleh : Armansyah

Kalau kita semua mau jujur, tanpa pretensi apapun, terlepas apakah anda perokok atau bukan, maka harusnya kita sepakat bila merokok membahayakan kesehatan. Pada tingkat paling minimal, merokok dapat menumbuhkan cikal bakal penyakit yang mematikan ataupun menyengsarakan. Adanya ancaman terhadap kerusakan jantung, paru-paru, impotensi, gangguan kehamilan, tenggorokan, kerusakan pada gigi dan otak sudah bukan rahasia lagi.

Belum lagi bila kita melihat dari faktor pembiayaan.
Seorang perokok, minimal ia harus menyiapkan uang Rp. 4000 hingga Rp. 5000 dalam satu hari untuk satu bungkus rokoknya. Apalagi bila ia menghisap rokok-rokok berkelas yang harganya mulai dari Rp. 7000 sampai Rp. 10.000 keatas. Hitung sendiri nominalnya dalam satu bulan. Itu baru nilai untuk satu bungkusnya. Lalu bagaimana dengan perhitungan perbatangnya ?

Katakanlah mulai dari harga Rp. 500,- sampai yang Rp. 1.000,- perbatang jika satu batang saja setiap hari maka selama satu bulan ia harus mengeluarkan biaya Rp.15.000,- sampai Rp. 30.000,-. Dan sejauh yang saya ketahui, orang rata-rata menghisap rokok minimal 2 sampai 3 batang dalam satu hari.

Bayangkan jumlah minimal dana yang harus disiapkan hanya untuk sebuah kenikmatan semu, membahayakan kesehatan untuk menghasilkan asap dari mulut. Oke bila kita katakan “oh aku mampu kok, gaji aku sekian juta sebulan, aku punya deposito, punya bisnis dan el-el nyalah”. Pertanyaan saya, apakah tetap itu bukan perbuatan yang sia-sia dan rugi buat anda ? Apalagi bila saya tanya kepada anda yang ahli keuangan yang selalu memperhitungkan pengeluaran dan pembukuan untung-rugi ? Terus bagi abang-abang tukang beca, kuli bangunan, sopir oplet, pengangguran, anak-anak sekolah dan sejenisnya yang penghasilannya sangat minimal itu, apa jawaban rasional dan jujur yang mampu anda berikan pada saya ?

Ditinjau dari aspek lingkungan, maka tindakan merokok juga memberikan peranan yang cukup signifikan pada pencemaran udara yang mestinya kita wariskan dalam keadaan bersih pada anak cucu kita generasi selanjutnya. Perokok juga ikut bertanggung jawab dalam hal mengganggu lingkungan sekitarnya, yaitu orang-orang yang merasa terganggu dengan asap rokok darinya. Orang lain jadi marah, menggerutu, sesak napas dan bau akibatnya. Padahal sabda Nabi :

“Dan tidaklah sempurna iman orang yang tetangganya tidak merasa aman dari gangguannya” (HR. Bukhari)

Ditinjau dari hukum agama (Islam), maka perbuatan merokok adalah perbuatan sia-sia, pengeluaran uang yang tidak perlu (berkorelasi dengan foya-foya dan pemborosan) serta masuk dalam klasifikasi penzaliman (bahkan bisa pula disebut usaha membunuh diri -baik orang lain atau dirinya sendiri).

Sudah sampaikan pada anda wahai para perokok tentang firman Allah berikut ?

Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya), melainkan dengan suatu (alasan) yang benar. Dan barangsiapa dibunuh secara zalim, maka sesungguhnya Kami telah memberi kekuasaan kepada ahli warisnya, tetapi janganlah ahli waris itu melampaui batas dalam membunuh. (Qs. 17/33)

Barang siapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, ataubukan karena membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh seluruhnya. Dan barang siapa yang memelihara kehidupan menusia semuanya. Dan sesungguhnya telah datang kepada mereka rasul-rasul Kami dengan (keterangan-keterangan) yang jelas, kemudian banyak di antara mereka sesudah itu sungguh-sungguh melampaui batas dalam berbuat kerusakan di muka bumi. (Qs. 5/32)

Janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya. (Qs. 17/26-27)

Dan siapakah yang lebih zalim daripada orang yang telah diperingatkan dengan ayat-ayat dari Tuhannya lalu dia berpaling daripadanya dan melupakan apa yang dikerjakan oleh kedua tangannya. (Qs. 18/57)

Barangsiapa di antara kamu yang berbuat zalim, niscaya Kami rasakan kepadanya azab yang besar. (Qs. 25/19)

Tetapi orang-orang yang zalim, mengikuti hawa nafsunya tanpa ilmu pengetahuan. (Qs. 30/29)
Itulah hukum-hukum Allah dan barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah, maka sesungguhnya dia telah berbuat zalim terhadap dirinya sendiri.(Qs. 65/1)

Mereka mengingkarinya karena kezaliman dan kesombongan, padahal hati mereka meyakini (kebenaran)nya.Maka perhatikanlah betapa kesudahan orang-orang yang berbuat kebinasaan. (Qs. 27/14)

Bila anda mengatakan : “Pak Arman, saya melihat merokok ini makruh saja kok.”

Maka tahukah anda apa itu makruh ?
Makruh adalah perbuatan yang lebih condong pada dosa dan merupakan jurang antara haram dan halal. Saya mengatakan daerah itu abu-abu. Penuh unsur syubhatnya.

Nah, kalau sudah begini maka saya ingatkan anda pada hadis Nabi berikut :

“Sesungguhnya perkara halal itu jelas dan perkara harampun jelas. Diantara keduanya terdapat perkara yang syubhat/meragukan yang tidak diketahui oleh orang banyak. Karena itu barangsiapa yang menjaga diri dari perkara syubhat berarti dia sudah membebaskan diri untuk agamanya dan kehormatannya. Dan orang yang terjerumus kedalam perkara syubhat berarti dia terjerumus kedalam perkara haram” (HR. Muslim dari Nu’man bin Basyir)

Rasulullah bercerita tentang seorang laki-laki yang menadahkan tangan kelangit dan berdoa, “Ya Tuhan, ya Tuhan.” Sedangkan makanan, minuman dan pakaian yang dikenakannya haram. Perutnyapun dipenuhi dengan barang yang haram. Maka manamungkin doanya akan dikabulkan. (HR. Muslim dari Abu Hurairah)

Untuk itu maka saya menghimbau kepada para perokok sekalian, terutama anda yang muslim, untuk mulai memberhentikan kebiasaan buruk merokok tersebut. Jika tidak dapat sekaligus, ya mulailah secara bertahap sejak hari ini. Sungguh, Allah suka pada orang-orang yang jujur dan mau kembali kepada kesuciannya.

“Ya Allah, cukupkanlah diriku dengan rezeki-Mu yang halal dan dari terjerumus kepada yang Engkau haramkan. Dan dengan karunia-Mu, jadikanlah aku tidak butuh pada selain-Mu.” (HR. Tirmidzi)

Maaf bila tulisan ini dirasa kurang berkenan dihati, sampai berjumpa ditulisan berikutnya.

Sumber : ARTIKEL ARMANSYAH

Categories

2012 (1) adab (6) akhwat (6) al qur'an (7) Al-Ghazali (2) alqur'an (3) amal-amal mulia (1) astronomi (2) bercanda (2) bermuda (1) binteng (1) cahaya (3) cantik (5) cinta (3) claudius (1) cosmis (1) dewasa (2) diponegoro (1) fachchar (1) film (1) fisika (4) formosa (1) hati (3) hidup (2) hijab (1) hukum (1) iblis (1) ilmu (2) jawa (1) jilbab (3) jin (1) kecepatan (1) kesehatan (3) ketua (1) kiamat (2) kristologi (2) lailatul qadar (1) liberalisme (3) Madinah (2) makkah (1) manfaat puasa (1) manusia (4) maulud (1) merokok (1) MUI (2) muslim (4) muslimah (6) nabi (3) nasa (1) newton (1) nikah (2) nikmat (1) pacaran (6) pahlawan (1) pengetahuan (13) perempuan (3) planet (1) proteinasi (1) ramadhan (1) RIMA (1) Rosulullah (5) sabar (5) sahur (1) sambutan (1) sejarah (8) sekolah (4) sepakbola (1) sholat (3) suku maya (1) sumur setan (1) syukur (2) tafsir (1) tahun baru (1) Thien (1) valentine (2) waktu (2) wanita (7) zina (5) फित्नाह (1)